Anak Raja Pagaruyung Yang Pernah Menjadi Raja Di Negeri Sembilan Adalah Kecuali

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Raja Melewar, Yang Dipertuan Besar di Negeri Sembilan

Anak Raja Pagaruyung, Raja Pertama di Negeri Sembilan

Oleh SUPRIZAL TANJUNG, Batam

TULISAN ini ingin memberikan informasi bagi rakyat Indonesia dan Malaysia, terutama masyarakat di negara bagian Negeri Sembilan (kini Ibukota-nya  adalah Seremban, dan Kota Raja-nya adalah Seri Menanti) dan Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, tentang hubungan sejarah kedua negara dan daerah ini secara ringkas.

Lukisan Raja Melewar di Istana Rembau, Negeri Sembilan, Malaysia

Terlebih sejak dikirimnya Raja Melewar atau Raja Mahmud (nama awal) menjadi Raja di Negeri Sembilan, atau Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan  pada tahun 1774 M. Raja Melewar sendiri adalah anak dari, anak dari Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III di Kerajaan Pagaruyung, di Sumatera Barat (Sumbar), Indonesia.

Orang-orang di Negeri Sembilan (dulu disebut Negeri Sebelah Darat) tentunya ingin mengetahui asal usul negeri nenek moyangnya. Begitu juga halnya dengan orang-orang Minangkabau. Mereka ingin juga mengetahui apa yang telah terjadi dengan nenek moyang mereka yang telah merantau sejak beratus tahun lalu.

Leguh legah bunyi pedati Pedati orang pergi ke Padang Genta kerbau berbunyi juga Biar sepiring dapat pagi Walau sepinggan dapat petang Pagaruyung teringat juga

Tentu saja tidak semua di antara kita mempunyai waktu, kesempatan dan dana mendatangi dua negeri ini. Dengan membaca tulisan ini, setidaknya kita akan mendapatkan informasi meskipun tidak secara mendalam.

Orang Minangkabau Pertama di Negeri Sembilan

Pada batu bersurat yang sampai sekarang masih ada di Sungai Udang Linggi Port Dickson, Negeri Sembilan dibuka pada awal kurun ke-14 oleh seorang yang bernama Syeikh Ahmad. Dari batu nesan yang terdapat di makamnya itu, menunjukkan dia telah meninggal dunia pada 1467, yaitu ketika pemerintahan Sultan Mansor Syah di Melaka.

Batu bersurat yang ada di kuburannya itu ternyata sama bentuk, rupa dan tulisan dengan batu bersurat yang ditemui di daerah-daerah Minangkabau. Tidak bisa dipungkiri lagi, Syeikh Ahmad berasal dari Minangkabau.

Lambang Negera Indonesia, Burung Garuda

Lambang Provisi Sumatera Barat, Indonesia

Di samping itu, proses pembentukan “bangsa Melayu” dalam pengertian modern di Tanah Semenanjung tidak terlepas dari keterlibatan dua suku bangsa dari Sulawesi (Bugis) dan Sumatera (Minangkabau). Jauh sebelum itu, sekelompok orang dari Bukit Siguntang (Palembang sekarang ini) yang dipimpin Raja Parameswara pergi ku Tumasik (baca: Singapura) sebelum akhirnya menetap dan mendirikan kerajaan di Melaka.

Lambang NegeraMalaysia

Sebelumnya, para perantau Minangkabau, telah bermukim di Negeri Sembilan sejak abad ke-14 di wilayah yang kini disebut Negeri Sembilan. Mereka datang melalui Melaka dan sampai ke Rembau. Perantau Minangkabau di Negeri Sembilan itu, awalnya berada di bawah perlindungan Malaka, dan kemudian Johor.

Bendera Negeri Sembilan

Lambang Negeri Sembilan

Orang-orang Minangkabau yang datang belakangan adalah dari suku kampung-kampung asal mereka di Minangkabau. Pada awalnya, kebanyakan yang tiba adalah dari Tanah Datar dan Payakumbuh.

Di Negeri Sembilan, orang Minangkabau hidup berdampingan secara damai dengan orang-orang asli Negeri Sembilan yaitu suku Sakai, Semang dan Jakun. Di perantauan ini, orang Minangkabau ini lebih bertamadun daripada orang asli ini dan berhasil mengambil hati orang asli. Dengan demikian terjadilah pernikahan antara orang-orang Minangkabau ini dengan penduduk asli. Keturunan mereka dinamakan suku Biduanda.

Suku Biduanda ini adalah pewaris asal Negeri Sembilan dan apabila hendak memilih pemimpin, maka hanya mereka dari suku Biduanda inilah yang akan dipilih. Dari suku Biduanda inilah asalnya pembesar-pembesar Negeri Sembilan yang dipanggil Penghulu dan kemudiannya Undang. Sebelum wujudnya Yang DiPertuan Besar, Negeri Sembilan adalah di bawah naungan kerajaan Melayu Johor.

Zaman Kesultanan Johor-Riau Sultan Johor Riau, Sultan Mahmud Shah II Dibunuh Panglima Megat Seri Rama

Secara ringkas, tanah Melayu ini, pada awalnya dikuasai Kerajaan Sriwijaya tahun 1000-an M, lalu berganti masuk wilayah Kesultanan Melaka. Terakhir dikuasai Kesultanan Johor-Riau.

Setelah Kesultanan Melaka musnah akibat serangan penjajah Portugis, Sultan Melaka yang terakhir yaitu Sultan Mahmud Shah bersama para pengikutnya termasuk Orang Laut mendirikan Kesultanan Johor-Riau dengan ibu kotanya berpusat di Pulau Bentan. Tidak berapa lama kemudian, tentara Belanda telah berhasil merampas negeri Melaka dari tangan penjajah Portugis.

Tahun 1699, Raja Kesultanan Johor-Riau yaitu Sultan Mahmud Shah II meninggal setelah dibunuh Panglima Bintan bernama Megat Seri Rama. Karena Sultan Mahmud Shah II belum beristri dan mempunyai anak, maka Bendahara Johor yaitu Tun Abdul Jalil telah melantik dirinya sendiri sebagai Sultan Johor-Riau yang baru dengan gelaran Sultan Abdul Jalil IV.

Melihat keadaan ini, keluarga Sultan Mahmud Shah II tidak menerima pelantikan Tun Abdul Jalil. Mereka menuduh Tun Abdul Jalil telah terlibat dalam pembunuhan Sultan Mahmud Shah II.

Keributan dan kekacauan pun terjadi di Johor. Perebutan kekuasaan, dan pembunuhan telah mengganggu roda pemerintahan di Johor. Dampak dari kekacauan ini, juga melanda Negeri Sembilan. Negeri Sembilan pun menjadi tidak aman karena goyangnya Kesultanan Johor-Riau.

Pada pertengahan abad ke-17 itu, Kerajaan Melayu Johor sedang diancam orang-orang Acheh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636). Ini menjadikan Kerajaan Melayu Johor tidak mampu melindungi Negeri Sembilan.

Pada waktu yang sama, orang-orang Bugis yang dikepalai Daeng Kemboja telah memasuki Negeri Sembilan membuat huru hara. Mereka memaksa orang-orang Negeri Sembilan keturunan Minangkabau mengakui Daeng Kemboja sebagai raja di Negeri Sembilan. Ini bertentangan dengan pendirian orang-orang Minangkabau ini.

Oleh sebab itu, orang Minangkabau ini lalu meminta kesediaan Sultan Johor sebagai penguasa dan pelindung mereka di tanah rantau.

Namun, masalahnya tidaklah segampang membalik telapak tangan. Sebab Daeng Kamboja, bangsawan dan petualang Bugis, menjadi Yang Dipertuan Muda Johor saat itu mengklaim sebagai penguasa Negeri Sembilan.

Untuk diketahui, Daeng Kamboja adalah anak dari Daeng Parani, saudara tertua dari lima bersaudara dari Bugis Luwu yang datang merantau ke semenanjung (Daeng Parani, Daeng Marewa, Daeng Celak, Daeng Manambun, Daeng Kemasi).

Orang-orang Minangkabau di perantauan ini jelas menolak mengakui kekuasaan Daeng Kamboja. Sayangnya, pada masa itu kerajaan Johor-Riau telah melemah dan memang tak mampu lagi melindungi daerah naungannya, Negeri Sembilan dari serangan orang-orang Bugis.

Ketika orang Minangkabau meminta perlindungan, Raja Muda Johor-Riau tak cukup punya nyali ‘berseberangan’ dengan Daeng Kamboja. Kepada orang-orang Minang, Raja Johor, Sultan Alauddin hanya menganjurkan agar orang Minangkabau di Negeri Sebelah Darat (Negeri Sembilan) mendatangkan saja pemimpin dari negeri asal mereka, Minangkabau.

Meminta Raja ke Pagaruyung

Lewat satu musyawarah, akhirnya Dato Undang dan Dato Penghulu (datuk, pemimpin orang Minangkabaua di Negeri Sembilan) mengambil keputusan. Isi keputusan, mereka mengirim wakil mereka untuk memohon seorang putera raja dari Pagaruyung agar dijadikan raja di Negeri Sembilan.

Lalu, diutuslah dua orang, yaitu Panglima Bandan dan Panglima Bandut menghadap Raja Pagaruyung saat itu, Sultan Abdul Jalil, atau nama lengkapnya Raja Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau. Ada juga informasi yang menyebutkan, bahwa yang diutus Dato Undang dan Dato Penghulu menghadap Sultan Abdul Jalil adalah Sutan Karo atau Panglima Hitam.

Panglima Bandan dan Panglima Bandut begitu bertemu dengan Raja Pagaruyung, Sultan Abdul Jalil, lalu menceritakan bagaimana kacaranya keadaan Johor dan Negeri Sembilan ketika itu. Keadaan perantau Minangkabau di Negeri Sembilan sudah tidak aman dan nyaman lagi. Keributan hampir terjadi setiap waktu.

Mendengar cerita ini, Sultan Abdul Jalil pun bisa memahami keadaan Negeri Sembilan. Dan bisa menerima permintaan dari Panglima Negeri Sembilan ini, yaitu mendatangkan seorang raja dari Pagaruyung untuk membantu memerintah dan mengamankan Negeri Sembilan.

Raja Melewar, Anak Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III

Ketika itu, Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III itu memiliki beberapa putera yang memiliki hak yang sama mewarisi jabatan sebagai raja. Di antara anaknya memiliki kemampuan fisik dan batin adalah Raja Sulaiman, Raja Khatib dan Raja Mahmud.

Batu ini merupakan sebagai satu tempat ujian bagi anak-anak raja yang mesti LULUS sebelum ditabalkan menjadi raja di Negeri Sembilan. Ujian yang dilakukan..boleh baca info dibawah.

Berdasarkan mufakat Basa Empat Balai, diputuskan anak raja yang akan diangkat sebagai bakal raja di Negeri Sembilan harus dapat melewati ujian. Ketiga anak raja itu lalu melalui ujian fisik (pencak silat, memainkan senjata tajam) dan kebatinan (batin) dari Raja Pagaruyung. Di samping itu, mereka harus tidur semalaman di atas batu kasur beralaskan daun jelatang/jilatang niru bertempat di bawah beringin tiga sakti di Gudam Balai Janggo dalam Koto Pagaruyung di Bawah Bukit Batu Patah dengan adat upacara Diraja.

Pokok (pohon) jelatang (Malaysia) atau jilatang (Indonesia) yang digunakan semasa ujian.

Tidak semua orang mengenal pohon jelatang/jilatang. Bagi masyarakat pedesaan, tentulah jilatang dikenal dengan baik, karena tumbuhan ini adalah salah satu jenis tumbuhan liar yang sangat ditakuti oleh setiap orang. Pohon, batang dan daun jelatang/jilatang mengandung racun yang akan menyebabkan kulit manusia menjadi gatal, pedih dan sakit bila bersentuhan langsung dengan manusia.

Sementara usia pohon jelatang/jilatang sangat tidak terbatas. Kehadirannya tidak membawa manfaat bagi manusia, malah menimbulkan mudarat dan kerugian besar bagi seluruh orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, biasanya orang akan membunuh pohon jelatang/jilatang bila bertemu di mana saja.

Dalam ujian berat tersebut, hanya Raja Mahmud yang lulus ujian. Lewat satu upacara adat kerajaan, Raja Pagaruyung, Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau lalu melewarkan (bahasa Minangkabau, mengumunkan atau memberitahukan) pergantian nama Raja Mahmud menjadi Raja Melewar. Sejak saat itu, resmilah nama Raja Melewar melekat pada diri Raja Mahmud.

Raja Pagaruyung, Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau pun melepas keberangkatan Raja Mahmud ke Negeri Sembilan. Ketika akan berangkat ke tanah Malaka, Raja Mahmud membawa sehelai rambut gombak pusaka yang ada di kepala ayanya, Raja Abdul Jalil.

Rambut ini sebagai simbol atau pertanda, bahwa dirinya lah sebagai bakal raja resmi dan disetujui Raja Pagaruyung untuk memimpin di Negeri Sembilan. Rambut sehelai ini, jika dimasukan kedalam sebuah batil atau cerana, akan penuh batil atau cerana itu. Benda pusaka itu masih tetap digunakan bila menobatkan seorang raja baru di Negeri Sembilan hingga saat sekarang.

Raja Khatib Berkhianat

Sebelum Raja Mahmud berangkat ke Negeri Sembilan, Raja Pagaruyung Raja Abdul Jalil telah memerintahkan seorang anaknya bernama Raja Khatib pergi lebih dahulu membuat persiapan menyambut Raja Mahmud di Negeri Sembilan.

Namun sesampainya Raja Khatib di Seri Menanti, dia telah mengaku sebagai anak raja yang dikirim dari Pagaruyung. Di Seri Menanti, Raja Khatib berhubungan dengan Penghulu Seri Menanti bernama Penghulu Naam. Persekongkolan Raja Khatib dengan Penghulu Naam semakin kental dan akrab, ketika Penghulu Naam menikahkan anak perempuannya bernama Warna Emas dengan Raja Khatib.

Menurut penulis, ketika Raja Khatib sampai di Negeri Sembilan, mungkin dia disambut dengan suka cita. Para perantau mengelu-elukan Raja Khatib yang merupakan anak kandung dari Raja Pagaruyung, Raja Abdul Jalil. Para perantau merasa sangat bahagia dan bangga, karena didatangi seorang anak raja Pagaruyung. Sebab anak raja inilah yang akan memimpin sekaligus membantu mereka mengamankan Negeri Sembilan dari kekacauan, keributan, serangan musuh dan gangguan pasukan Bugis.

Mendapat sambutan hangat dan berlebihan ini, diduga telah membuat niat awal di dalam hati Raja Khatib berubah. Mulanya dia ditugaskan mempersiapkan penabalan Raja Melewar, kemudian dia mengaku bahwa dialah yang diutus menjadi Yang Dipertuan di Negeri Sembilan. Hasilnya, Raja Khatib pun sempat menjadi raja di Negeri Sembilan.

Namun, hal ini yang tidak semestianya ini tidak berlangsung lama. Keadaan ini disampaikan orang Minangkabau di Negeri Sembilan yang masih setia kepada Raja Pagaruyung. Begitu informasi ini sampai di kerajaan Pagaruyung di ranah Minang, maka dipercepatlah Raja Mahmud berangkat ke Seri Menanti.

Menghadap Sultan Johor dan Jadi Raja

Kembali ke ranah (tanah) Minangkabau yaitu di kerajaan Pagaruyung. Begitu mendapat restu dan doa dari ayahnya Raja Abdul Jalil, Raja Mahmud dan angkatan perangnya segera berangkat dari Pagaruyung. Mereka kemudian singgah di Kerajaan Siak (Riau) untuk mendapatkan pengiring-pengiring andal, ahli silat, ahli perang, dan ahli pertikaman, kemudian meneruskan perjalanan ke ranah Melayu.

Untuk sampai ke Johor, Raja Melewar melalui Sungai Linggi lalu menuju Sungai Rembau. Dari Rembau lalu ke Seri Menanti. Sungai Linggi ini memisahkan Melaka dengan Negeri Sembilan.

Bagaimanapun juga, Raja Mahmud sangat memahami sebuah sopan santun dan adat istiadat satu daerah. Sebagai tamu yang baik dan menghormati tuan rumah, sebelum pergi ke Negeri Sembilan, Raja Mahmud terlebih dahulu menghadap Sultan Johor.

Sultan Johor kemudian menganugerahkan cap mohor dan menganugerahkan gelar Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan kepada Raja Melewar. Ini terjadi pada tahun 1773 M. Raja Melewar pun diberikan kekuasaan untuk memerintah semua wilayah di Negeri Sembilan.

Dari kisah ini, terkenal pepatah yang berbunyi:

Beraja (mempunyai raja) ke Johor, Bertali ke Siak, Bertuan ke Minangkabau.

Berperang dengan Angkatan Perang Bugis

Selepas pelantikan itu Raja Melewar dan angkatan perangnya berangkat ke Negeri Sembilan melalui Naning. Sampai di Naning, angkatan perang Raja Mahmud berpapasan dengan angkatan perang Bugis pimpinan Daeng Kemboja di wilayah Simpang.

Tidak terelakkan lagi. Pertempuran pun terjadi dan akhirnya. Ketika itu, Raja Mahmud berhasil mengalahkan angkatan perang Bugis. Kemudian, Daeng Kemboja bersama angkatan perangnya yang masih tersisa terpaksa melarikan diri.

Lukisan Raja Melewar berperang di Laut. Lukisan di Replika Istana Raja Melewar di Kampung Astana Raja Rembau, Negeri Sembilan.

Ditabalkan di Rembau (Merbau)

Raja Mahmud kemudiannya meneruskan perjalanan sehingga sampai di Rembau sebuah daerah di Negeri Sembilan. Rembau (awal katanya pohon Merbau) merupakan daerah perantauan banyak orang Minangkabau. Kini, tahun 2009, Negeri Sembilan mempunyai tujuh (7) daerah yaitu :

1. Jelebu 2. Jempol 3. Kuala Pilah 4. Port Dickson 5. Rembau 6. Seremban (Ibu Kota Neger Sembilan) Sekitar 1-2 Jam Perjalanan dari Kualalumpur. 7. Tampin

Di Rembau ini, dulunya, para perantau Minangkabau kawin dengan penduduk setempat dan sudah pinak di daerah ini.

Ketika tiba di Rembau, Raja Mahmud pun ditabalkan menjadi Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan yang pertama di Kampung Penajis Tanah Kerajaan di dalam Luak Rembau dan kemudian bertahta di Seri Menanti, di bawah Bukit Gitan Seri Indera, pada tahun 1773 M.

Dalam penabalan tersebut, Raja Mahmud tidak diberi gelar Sultan tapi Yang DiPertuan atau Yamtuan. Sebab dia dijemput oleh pembesar-pembesar negeri (Penghulu) ke Pagaruyung dan dirajakan di Negeri Sembilan. Jadi gelarnya adalah Yang DiPertuan Besar Negeri Sembilan atau Yamtuan. Tempat bersemayam Raja Melewar ini sampai sekarang diberi nama Kampung Astana Raja.

Perang Melawan Raja Khatib dan Penghulu Naam

Usai penabalan itu Raja Melewar memimpin satu angkatan perang untuk menyerang saudaranya sendiri, Raja Khatib di Seri Menanti. Namun, diperkirakan kekuatan Raja Melewar tidak cukup. Sebab, angkatan perang Raja Melewar sudah banyak berkurang setelah berperang dengan pasukan Bugis di wilayah Simpang.

Untuk itu, dimintalah pasukan tambahan ke Padang Unang di tanah Minangkabau, Sumatera Barat. Maka datanglah Tuanku Tengku Khairul Alam memimpin 40 hulubalang ke Seri Menanti. Secara bersama, Raja Melewar dibantu penghulu (pemimpin) setempat dan 40 hulubalang lalu berperang melawan Raja Khatib. Perang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Banyak harta benda, dan nyawa hilang dalam perang saudara tersebut.

Dalam pertempuran tersebut, Raja Melewar berhasil mengalahkan Raja Khatib dan kemudian melarikan diri. Hal ini dibiarkan saja oleh Raja Melewar, sebab beliau menganggap, dengan larinya Raja Khatib, maka akan berakhirlah perang dengan saudaranya itu.

Menurut satu sejarah. Larinya Raja Khatib setelah kalah dalam perang pertama bukan menjadi titik penghabisan sebuah pertempuran. Begitu kuat kembali angkatan perangnya, Raja Khatib kembali datang ke Negeri Sembilan menantang Raja Melewar. Lagi-lagi, peperangan kembali terjadi. Kali ini, Raja Melewar berhasil mematahkan serangan sekaligus membunuh Raja Khatib.

Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, setelah dua kali kalah melawan Raja Melewar, akhirnya Raja Khatib melarikan diri ke Naning dan kemudian diserahkan kepada Sultan Siak (di Provinsi Riau sekarang, Indonesia). Sebabnya pembelotan Raja Khatib ini dirancang oleh Sultan Siak sendiri.

Untuk diketahui, Raja Siak ini mempunyai masalah dengan Raja Johor yang saat itu sedang memerintah. (Untuk masalah ini, akan dibahas dalam satu tulisan lain. Insya Allah).

Selesai masalah dengan Raja Khatib, konflik di Negeri Sembilan belum berakhir. Raja Melewar belum bisa memerintah dengan aman dan tenang. Sebab masih ada Penghulu Naam.

Silsilah Penghulu Naam

Penghulu Naam adalah cucu dari Datuk Penghulu Luak Inas. Penghulu Inas mempunyai anak perempuan bernama Senduk Emas bergelar Penghulu Berantai Kulit. Senduk Emas  nikah dengan pemuda bernama Khatib Ali. Mereka mendapatkan anak bernama Penghulu Naam dan kemudian dilantik menjadi Penghulu Luak Muar.

Pengulu Naam lalu nikah dengan seorang puteri dari Datuk Raja yang berasal dari Minangkabau. Dari pernikahan Penghulu Naam dengan puteri dari Minangkabau itulah lahir lima anak yaitu, Warna Emas (perempuan), Nyai Kuning (perempuan), Merah (lelaki), Sipi (lelaki), dan Cik Sani (perempuan).

Warna Emas nikah dengah Raja Khatib, dan Cik Sani kemudian menjadi istri Raja Melewar. Sedangkan dari keturunan Merah dan Sipi itulah bermula dua dari empat Orang Besar Istana.

Cerita Kesaktian Penghulu Naam

Penghulu Naam, mertua Raja Khatib, lebih keras menolak dan menentang kehadiran Yang Dipertuan Besar Raja Melewar. Maka terjadilah perang antara pengikut Raja Melewar melawar Penghulu Naam dan pengikutnya.

Dalam pertarungan ini, tidak gampang bagi Raja Melewar mengalahkan Penghulu Naam. Berdasarkan cerita lisan di tengah masyarakat, Penghulu Naam adalah seorang pendekar yang andal dan banyak mempunyai ilmu sakti.

Dalam peperangan itu Penghulu Naam bertarung satu lawan satu dengan Raja Melewar. Akhirnya Raja Melewar berjaya (berhasil) membunuh Penghulu Naam. Mayat Penghulu Naam dikebumikan di tanah perkuburan.

Tapi anehnya, keesokan harinya, Penghulu Naam muncul semula (lagi) dan mencabar (menantang) Raja Melewar. Dalam pertarungan itu, sekali lagi Raja Melewar berhasil membunuh Penghulu Naam. Sekali lagi mayat Penghulu Naam dikebumikan. Esoknya sekali lagi Penghulu Naam hidup semula dan berperang lagi dengan Raja Melewar. Sekali lagi Raja Melewar membunuh Penghulu Naam.

Cuma kali ini, Raja Melewar bermusyawarah dengan Dato Undang dan Dato Penghulu (datuk, pemimpin orang Minangkabaua di Negeri Sembilan). Hasil musyawarah itu, telah didapat dan akan dicoba satu jalan keluar, mengalahkan ilmu Penghulu Naam bisa lagi setelah dibunuh.

Para pertarungan berikutnya, lagi-lagi Penghulu Naam terbunuh. Oleh Raja Melewar dan pengikutnya, kepala Penghulu Naam dipancung dan dibuat terpisah dari badan. Kepalanya ditanam di puncak sebuah bukit, sementara badannya ditanam di puncak sebuah bukit lainnya. Antara dua bukit ini dipisahkan oleh sebuah sungai.

Pada malam hari usai pemancungan kepala, penduduk kampung mendengar suara Penghulu Naam melaung-laung memanggil badannya yang tertanam di bukit seberang sungai. Namun badan itu tidak berupaya (mampu) menyeberang sungai untuk bersatu dengan kepalanya. Kabarnya suara melaung-laung memanggil badan itu berlangsung selama tiga malam. Malam berikutnya tidak kedengaran lagi. Dengan itu matilah Penghulu Naam.

Menurut cerita masyarakat yang terus berkembang, sampai sekarang bukit yang ditanam kepala Penghulu Naam itu disbut Bukit Tempurung (tempurung kepala) dan bukit yang satu lagi dinamakan Bukit Badan.

Ada satu strategi politik jitu dilakukan Raja Melewar. Setelah mengalahkan Penghulu Naam, Raja melewar berhasil meyakinkan dan menikahi Cik Seni anak Penghulu Naam. Cik Seni adalah adik dari Warna Emas. Warna Emas sendiri sebelum pertempuran telah dinikahi oleh Raja Khatib.

Bagi sebagian masyarakat di Rembau, tindakan Raja Melewar tidak dapat mereka terima. Mereka tidak setuju dan menentang tindakan Raja Melewar menikahi Cik Seni. Namun, dengan kesungguhan hati, ditambah dengan pemahaman dan kebijakannya sebagai seorang raja, akhirnya Raja Melewar dapat meyakinkan para pemuka masyarakat Negeri Sembilan tentang keputusannya menikahi Cik Seni.

Bagi Raja Melewar, niatnya menikahi Cik Seni di samping rasa cinta, juga karena dia tidak ingin ada dendam berkepanjangan. Terutama sekali dendam antara keturunan Raja Melewar dengan keturunan Penghulu Naam. Lagi pula, Raja Melewar pada awalnya tidaklah menginginkan terjadinya perang.

Pertempuran dan perang tentu saja tidak akan terjadi bila saja Penghulu Naam mau mengakui Raja Melewar sebagai Yang DiPertuan Besar di Negeri Sembilan. Apalagi Raja Melewar sangat menghormati orang-orang tua termasuk Penghulu Naam yang dihormati orang Minangkabau di Negeri Sembilan.

Menurut penulis, rasa tidak senang orang Rembau mungkin karena mereka merasa tidak dihargai. Setelah membantu menambalkan dan menyambut Raja Melewar, ternyata bukan anak keturunan mereka yang dinikahi Raja Melewar. Anak Raja dari Pagaruyung ini malah menikahi Cik Seni, anak Penghulu Naam yang merupakan musuh Raja Melewar.

Hal lain yang juga menjadi ganjalan di hati masyarakat di sana, Raja Melewar adalah orang muda, pendatang (bukan penduduk asli) di daerah tersebut. Ada oknum orang tempatan, pejabat, penghulu tempatan yang tidak senang dengan kehadiran Raja Melewar, yang hanya sebagai pendatang, malah menjadi raja di negeri tersebut. Dengan berbagai cara, orang-orang yang tidak senang tadi, memprovokasi orang banyak agar tidak menyukai Raja Melewar.

Dengan meninggalnya Penghulu Naam, tidak ada lagi masalah bagi Raja Melewar memerintah kerajaan Negeri Sembilan. Dibantu Dato Undang dan Dato penghulu serta masyarakat Minangkabau, dan suku Biduanda, Raja Melewar memerintah di Negeri Sembilan sejak tahun 1773 M sampai 1795 M. Tidak ada masalah yang dihadapi oleh perantau Minangkabau, suku Biduanda dan anak keturunannya pada masa itu.

Namun, pada lawatan (perjalanan) ke Luak Rembau, Raja Melewar gering dan meninggal di Astana Raja Rembau tahun 1795. Saat itu, Raja Melewar sudah memerintah selama 22 tahun. Jasadnya dimakamkan di sebelah makam permaisurinya di sebuah kawasan bernama Bukit Serajin.

Setelah Raja Malewar wafat pada tahun 1795, tidak diangkat putranya menjadi raja. Raja Malewar punya dua anak yaitu Raja Totok dan Tengku Aisyah (perempuan).

Sekali lagi diminta seorang raja dari Minangkabau. Dan dikirimlah Raja Hitam dan dinobatkan pada tahun 1795. Raja Hitam kawin dengan putri Raja Malewar yang bernama Tengku Aisyah. Sayangnya, dari perkawinan Raja Hitam ini tidak dikaruniai putra.

Makam Raja Melewar (kiri) dan makam Permaisuri Raja Melewar (kanan).

Seorang ibu ketika berziarah ke kuburan Raja Melewar.

Makam Raja Melewar dan Permaisurinya Cik Seni

Prasasti tentang kisah perjalanan Raja Melewar dari Pagaruyung ke Negeri Sembilan.

Raja Hitam kawin dengan seorang perempuan lain bernama Encek Jingka. Dari istrinya ini beliau medapat empat orang putra/putri bernama Tengku Alang Husin, Tengku Ngah, Tengku Ibrahim, dan Tengku Alwi. Dan ketika beliau wafat dalam tahun 1908, juga tidak diangkat salah seorang putranya sebagai pengganti raja.

Perantau Minangkabau kembali mengirimkan utusan ke Pagaruyung untuk meminta seorang raja baru. Dan dikirimlah Raja Lenggang dari Minangkabau.

Raja Lenggang Memerintah di Negeri Sembilan

Raja Lenggang memerintah antara tahun 1808-1824. Raja Lenggang nikah dengan Tengku Ngah, putri Raja Hitam dan mempunyai putra dua orang bernama, Tengku Radin dan Tengku Imam.

Raja Lenggang adalah pelanjut perjuangan Raja Melewar.  Kemudian, dari Raja Lenggang lahir keturunan yang kemudian menjadi raja-raja di Negeri Sembilan hingga sekarang ini.

Hal ini terlihat, ketika Raja Lenggang meninggal, pemimpin Minangkabau di Negeri Sembilan tidak lagi meminta raja ke Pagaruyung. Hal ini dapat dimaklumi, karena di Pagaruyung sendiri ketika itu sedang terjadi perang antara Kaum Padri dan pihak Kerajaan Pagaruyung melawan penjajah Belanda. Sementara di Negeri Sembilan terjadi kekosongan pimpinan setelah ditinggal wafat Raja Lenggang. Maka dinobatkanlah Tengku Radin menggantikan ayah beliau, Raja Lenggang. Raja Radin memerintah dari tahun 1824-1861.

Penabalan ini menjadi sejarah tersendiri, karena Raja Radin menjadi raja pertama Negeri Sembilan dan lahir di Negeri Sembilan dan diangkat oleh pemegang adat dan undang-undang. Dari keturunan Raja Radin lah yang secara turun-temurun menjadi raja di negeri ini. Raja Radin digantikan oleh adiknya Raja Imam, tahun 1861-1869. Selanjutnya raja-raja yg memerintah di Negeri Sembilan adalah sebagai berikut:Tengku Ampuan Intan (Pemangku Pejabat) 1869-1872. Yang Dipertuan Antah 1872-1888. Tuanku Muhammad 1888-1933. Tuanku Abdul Rahman 3 Agust 1933-1 April 1960. Tuanku Munawir 5 April 1960-14 April 1967. Tuanku Ja’far 18 April 1967-

Untuk lebih lengkapnya, inilah silsilah Raja-raja Kerajaan Negeri Sembilan.1. 1773-1795: Raja Melewar dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 22 tahun). Raja Melewar adalah raja pertama di Negeri Sembilan.

2. 1795-1808: Raja Hitam dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 13 tahun). Raja Hitam adalah raja kedua di Negeri Sembilan.

3. 1808-1824: Raja Lenggang dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 16 tahun). Raja Lenggang adalah raja ketiga di Negeri Sembilan.

4. 1824-1861: Raja Radin ibni Yamtuan Lenggang (memerintah selama 37 tahun). Raja Radin adalah raja keempat di Negeri Sembilan.

5. 1861-1869: Yamtuan Imam ibni Yamtuan Lenggang (memerintah selama 8 tahun). Yamtuan Imam adalah raja kelima di Negeri Sembilan.

***. 1869-1872: Tengku Ampuan Intan (pemangku raja, wali raja, regent) (memerintah selama 3 tahun). Tengku Ampuan Intan adalah istri dari Raja Radin.

Tengku Ampuan Intan http://www.guide2womenleaders.com/womeninpower/Womeninpower1840.htm

6. 1872-1888: Yamtuan Antah ibni Yamtuan Radin (memerintah selama 16 tahun). Yamtuan Antah adalah raja keenam di Negeri Sembilan.

7. 1888-1933: Tuanku Muhammad Shah ibni Yantuam Antah (memerintah selama 45 tahun). Tuanku Muhammad adalah raja ketujuh di Negeri Sembilan.

Yamtuan Besar Tuanku Muhammad Shah 8. 13 Agustus 1933 sampai 1 April 1960: Tuanku Abdul Rahman ibni Tuanku Muhammad Shah (memerintah selama 27 tahun). Tuanku Abdul Rahman adalah raja kedelapan di Negeri Sembilan.

9. 5 April 1960 sampai 14 April 1967: Tuanku Munawir ibni Tuanku Abdul Rahman (memerintah selama 7 tahun). Tuanku Munawari adalah raja kesembilan di Negeri Sembilan.

10. 18 April 1967 sampai Sabtu 27 Desember 2008: Tuanku Jaafar ibni Tuanku Abdul Rahman (memerintah selama 41 tahun). Tuanku Jaafar adalah raja kesepuluh di Negeri Sembilan. Tuanku Jaafar wafat di di Hospital Tuanku Ja’afar di sini pada Sabtu 27 Desember 2008.

11. Senin 29 Desember 2008 – kini: Tuanku Muhriz ibni Tuanku Munawir (memerintah … tahun). Tuanku Mukhriz adalah raja kesebelas di Negeri Sembilan.

http://fazzoni.fotopages.com/?entry=1662305 http://baikoeni.multiply.com/journal http://suprizal-tanjung.blogspot.com/search?q=raja+melewar&submit=Silakan+Cari+Artikel http://www.padangmedia.com/?mod=pagaruyung&id=3 http://halaqah.net/v10/index.php?topic=1387.0 http://www.jomlayan.com/mybb/archive/index.php/thread-10116-6.html http://www.bernama.com.my/bernama/v3/bm/news_lite.php?id=159841http://www.afyassin.com/adatperpatih/2008/05/misteri-batu-aceh-di-suku-tanah-datar.html http://artmelayu.blogspot.com/2008/08/makam-raja-melewar-di-siang-hari-tomb.html http://74.125.153.132/search?q=cache:57EhWReWwpMJ:www.mail-archive.com/rantau-net%40rantaunet.com/msg10522.html+perjalanan+raja+melewar&cd=5&hl=af&ct=clnk http://id.wikipedia.org/wiki/Rao,_Pasaman http://74.125.153.132/search?q=cache:9q3bu0D7PbsJ:jaro.com.my/index.pl%3Faction%3Daccount%26req%3Dprofile%26uid%3D124+raja+melewar+sakti&cd=5&hl=af&ct=clnk http://terombarawa.blogspot.com/2008/12/kembara-ke-tanah-minang-dan-rao-di.html http://74.125.153.132/search?q=cache:5YF5hZMYLxAJ:www.kelab-umno.com/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D17:yang-di-pertuan-besar-negeri-sembilan-ke-11-+Undang+Luak+Yang+Empat&cd=8&hl=af&ct=clnk http://74.125.153.132/search?q=cache:6-_4lncJu2AJ:anakbuah.blogspot.com/2009/01/pelantikan-tuanku-mukhriz-sebulat-suara.html+Undang+Luak+Yang+Empat&cd=4&hl=af&ct=clnk http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Negeri_Sembilan http://akudiadanlagu1.blogspot.com/2009/06/yamtuan-paling-lama-memerintah-di.html http://72.14.235.132/search?q=cache:ldGAaPZHCIAJ:ms.wikipedia.org/wiki/Penghulu_Naam+kehebatan+raja+melewar&hl=id&ct=clnk&cd=5 http://www.minangforum.com/showthread.php?t=1884 http://209.85.175.132/search?q=cache:NwaO59lGinMJ:deahan.blogspot.com/2008/12/sejarah-ydp-besar-negeri-sembilan.html+apakah+tuanku+mukhriz+keturunan+minangkabau&hl=id&ct=clnk&cd=21&gl=id http://ms.wikipedia.org/wiki/Orang_Laut http://freepages.genealogy.rootsweb.ancestry.com/~royalty/files/pix_malaysia1.html foto raja-raja Negeri Sembilan dan Malaysia. http://www.guide2womenleaders.com/womeninpower/Womeninpower1840.htm sumber foto Tengku Ampuan Intan http://fazzoni.fotopages.com/?entry=1662305 lukisan foto Raja Melewar http://juela.blogspot.com/2009/01/replika-istana-raja-melewar.html lukisan foto Raja Melewar

http://www.tayargolek.com/2011/09/kembara-mengejar-sejarah-istana-raja.html

May 20, 2012 - Posted by Suprizal Tanjung's Surau | Pagaruyung Minangkabau

Bus yang saya tumpangi dari Kuala Lumpur pagi itu baru saja memasuki kota Seremban, ibu kota Negeri Sembilan ketika sebuah pesan baru membuat layar gawai di tangan berkedip-kedip.

Negeri Sembilan? Kampung mana lagi itu?

Tanya penasaran seorang kawan membalas pesan di WhatsApp ketika diberitahu keberadaan saya hari itu. Mungkin (memang) tak banyak yang tahu tentang negeri satu ini meski jaraknya hanya satu jam berkendara dari KLIA, bandar udara internasional Kuala Lumpur.

Namanya pun mungkin terdengar asing, tak seperti tetangganya Johor, Malaka, atau Pulau Pinang yang lebih akrab di kuping para pejalan karena lebih sering disebut-sebut. Meski begitu, negeri ini telah memikat hati sejak menjejak di Bukit Gajah Mati, Port Dickson enam tahun lalu.

Apa yang ada pada Negeri Sembilan yang membuat hatimu terpikat?

Negeri yang dahulu berada di bawah kekuasaan Malaka dan Johor, yang menginginkan kemerdekaan dan meminta seorang pemimpin dari negeri asal leluhur mereka; Pagaruyung (kini Minangkabau). Meski harus melalui perjalanan panjang yang berliku hingga mimpi mereka mewujud.

Raja Pagaruyung mengirim putranya, Raja Melawar yang kemudian diangkat oleh Sultan Johor sebagai raja Negeri Sembilan yang pertama dengan gelar Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan pada 1727.

Selama seabad, tiga raja pertama Negeri Sembilan didatangkan langsung dari Pagaruyung. Barulah pada masa Raja Lenggang, ia menuturkan keinginannya kepada datuk-datuk undang, dewan kepala suku yang memilih raja agar kelak jika ia mangkat, putranya Tuanku Raden-lah yang akan menggantikannya.

Pada 1824, Tuanku Raden diangkat menjadi Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan ke-4 menggantikan ayahnya. Sejak itu pula sejarah mencatat Negeri Sembillan dipimpin secara turun temurun oleh raja yang dipilih oleh kesepakatan datuk undang. Ia harus laki-laki dari garis keturunan laki-laki Raja Raden ibni Raja Lenggang yang sah.

Nukilan perjalanan perantau Minangkabau yang mengukir sejarah lahirnya Negeri Sembilan dan kekerabatan yang terjalin dengan Pagaruyung di atas dapat dijumpai di Galeri Diraja Tuanku Ja'afar, Seremban, Negeri Sembilan. Galeri tiga lantai ini merupakan museum biografi Tuanku Ja'afar, Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan ke-10, yang pernah pula menjadi Yang di-Pertuan Agung Malaysia ke-10 pada 1994-1999.

Tuanku Ja'afar adalah putra dari Tuanku Abdul Rahman, Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan ke-8, raja Malaysia pertama yang dipilih setelah kemerdekaan Malaysia dengan gelar Yang di-Pertuan Agung Malaysia pada 31 Agustus 1957.

Lihat Trip Selengkapnya

Kekuasaan diraja di Kerajaan Pagaruyung dipegang oleh sebuah triumvirat yang terdiri atas Raja Alam di Pagaruyung, Raja Adat di Buo, dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus.

Konsep kekuasaan diraja ini dinamakan rajo tigo selo ("tiga raja yang duduk bersila"). Secara historis, Raja Alam adalah primus inter pares dari ketiganya dan memiliki gelar Yang Dipertuan Pagaruyung atau Yang Dipertuan Sakti, yang kemudian berubah pula menjadi gelar sultan setelah masuknya Islam. Sistem ini secara formal berakhir setelah Raja Alam Bagagarsyah dari Pagaruyung ditangkap dan dibuang dari Pagaruyung oleh Belanda pada tahun 1833. Namun, pada hari ini terdapat beberapa orang yang mengklaim sebagai pewaris atau pemangku kedaulatan pada salah satu jabatan raja, terutama Raja Alam.

Secara umum, Adityawarman diterima luas sebagai orang pertama yang berkuasa sebagai raja di alam Minangkabau, yaitu berdasarkan manuskrip arca Amoghapasa (1347). Ia dipercaya memerintah di Malayapura dari tahun 1347 hingga wafatnya pada tahun 1375.[1][2] Adityawarman digantikan oleh puteranya Ananggawarman, yang disebutkan pada Prasasti Batusangkar yang beraksara Melayu. Ia merupakan putra Adityawarman dengan Puti Reno Jalito, dan memerintah antara tahun 1375 hingga 1417. Ananggawarman dipercaya merupakan raja Minangkabau pertama yang memeluk agama Islam dan mengambil gelar Sultan Alif. Ia berperan memindahkan pusat kekuasaan dari Malayapura (kini sekitar Dharmasraya) ke nagari Pagaruyung di pedalaman Luak Tanah Datar.

Tambo alam Minangkabau secara spesifik menyebutkan beberapa orang yang diyakini sebagai penguasa Pagaruyung setelah Adityawarman dan Ananggawarman, namun tidak ada riset modern yang dapat menjelaskan kapan persisnya mereka memerintah. Terdapat seorang penguasa perempuan bernama Puti Panjang Rambut, seorang perempuan yang dicatat sebagai Bundo Kanduang pertama di Minangkabau, yang merupakan putri dari Yang Dipatuan Rajo Nan Sati. Ia digantikan oleh putranya yang bergelar Dang Tuanku Sutan Rumanduang.

Tambo juga mencatat seorang penguasa lain bernama Cindua Mato gelar Rajo Mudo dan putranya Sutan Lembak Tuah (bernama lain Sutan Aminullah), hasil perkawinannya dengan Putri Reno Bulan. Menurut Tambo, Bundo Kanduang, Dang Tuanku, dan Puti Bungsu pergi menyelamatkan diri ke negeri Lunang (kini di Pesisir Selatan) di Kerajaan Inderapura untuk menghindari serangan dari pasukan Kerajaan Sungai Ngiang. Pengungsian ini dipercaya melahirkan keturunan Mande Rubiah.

Selepas masuknya agama Islam ke pedalaman Minangkabau, para Raja Alam mulai mengambil gelar Yang Dipertuan Sakti atau Yang Dipertuan Pagaruyung. Catatan sejarah pertama tentang perubahan gelar ini adalah surat Jacob Pits, seorang pegawai Kongsi Dagang Hindia Timur kepada "Sultan Ahmadsyah, Iskandar Zur-Karnain, Penguasa Minangkabau yang kaya akan emas" bertanggal 9 Oktober 1668. Catatan lanjutan Belanda memperkirakan bahwa Ahmadsyah memerintah sampai kematiannya pada tahun 1674.

Ahmadsyah digantikan sebagai Raja Alam oleh puteranya Indermasyah, yang memerintah antara tahun 1670 hingga 1730. Indermasyah juga melakukan korespondensi dengan VOC yang berkedudukan di Padang dan menyebutkan dirinya sebagai "raja Suruaso". Ia tercatat berbalas surat secara reguler dengan para pegawai Belanda sampai tahun 1730.

Perang Padri pecah pada masa kekuasaan Muningsyah dan Bagagarsyah. Pada tahap-tahap awal, Sultan Muningsyah melakukan perundingan dengan kaum Padri yang dipimpin oleh Harimau nan Salapan yang dipimpin Tuanku Nan Renceh. Kaum Padri mendesak agar Sultan meninggalkan beberapa kebiasaan yang menurut mereka bertentangan dengan agama Islam. Namun, perundingan tersebut tidak mencapai kata sepakat, sehingga pada tahun 1815 Tuanku Pasaman melancarkan serangan atas wilayah Raja Alam di Pagaruyung yang menyebabkan Sultan Muningsyah melarikan diri.

Bagagarsyah, seorang kerabat Sultan Muningsyah, melakukan perundingan dengan Belanda yang berkedudukan di Padang. Oleh Belanda, Bagagarsyah dianggap menyerahkan kedaulatan Pagaruyung dan mengangkatnya sebagai Regent Tanah Datar pada tanggal 10 Februari 1821. Beberapa tokoh kaum adat pada saat itu menganggap bahwa Bagagarsyah tidak berhak untuk mengadakan perjanjian dengan Belanda, tetapi pada titik ini Belanda sudah terlibat dalam pertempuran melawan kaum Padri.[6] Sultan Muningsyah masih memerintah, tetapi ia wafat pada tahun 1825 dan dimakamkan di Pagaruyung yang telah direbut kembali dari kaum Padri. Bagagarsyah kemudian ditabalkan sebagai pengganti Muningsyah.

Selepas penaklukan Lintau pada bulan Agustus 1831, seluruh Luak Tanah Datar berada dalam kendali Belanda, dan Bagagarsyah dapat kembali ke Pagaruyung di mana ia memerintah sebagai Sultan dan Regent sekaligus. Namun, pada bulan Mei 1833, ia ditangkap oleh Kolonel Cornelis Elout atas tuduhan pengkhianatan di Batusangkar. Kedudukan Regent Tanah Datar diberikan kepada Tuan Gadang di Batipuah, salah seorang pembesar kerajaan yang termasuk ke dalam Basa Ampek Balai. Bagagarsyah dibuang ke Batavia dan hidup di sana sampai akhir hayatnya pada bulan Februari 1849.

Sepanjang sejarahnya, para raja Pagaruyung menggunakan berbagai macam gelar. Adityawarman tercatat menggunakan gelar Maharajadiraja ("raja para raja"); catatan lain menuliskannya sebagai Tuan Janaka, Mantrolot Warmadewa, dan Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa. Putranya Angganawarman mengambil gelar sebagai Yuvaraja ("putera mahkota") pada masa pemerintahan ayahnya dan menyebut ayahnya sebagai Suravasavan ("penguasa Suruaso").

Tidak dapat dipastikan kapan nama Yang Dipertuan atau Yang Dipertuan Sakti mulai digunakan, namun legenda yang diterima luas memercayai bahwa Raja Alam di Pagaruyung adalah salah satu dari tiga pemimpin dunia yang mewarisi kekuasaan atas alam semesta bersama-sama dengan Kaisar Tiongkok dan Kaisar Romawi Timur di Konstantinopel.

"Their government, in the abstract, however insignificant in itself, is there [in distant parts] an object of veneration. Indeed to such an unaccountable excess is this carried, that every relative of the sacred family, and many who have no pretensions to it assume that character, are treated wherever they appear, not only with the most profound respect by the chiefs who go out to meet them, fire salutes on their entering the dusuns, and allow them to level contributions for their maintenance; but by the country people with such a degree of superstitious awe, that they submit to be insulted, plundered, and even wounded by them, without making resistance, which they would esteem a dangerous profanation. Their appropriate title ... is Yang de per-tuan, literally signifying Tie who ruleth."

Para raja Pagaruyung adalah salah satu monarki yang berpengaruh di dunia Melayu. Meskipun kekuasaan teritorialnya sendiri terbatas kepada nagari Pagaruyung, tetapi mereka memiliki kekuasaan yang besar atas wilayah rantau Pagaruyung, dengan pengaruh yang mencapai hingga ke Semenanjung Melayu.

Penjelajah Portugis Tomé Pires dipercaya merupakan orang Eropa pertama yang mencatat tentang sistem kerajaan Pagaruyung. Dalam karyanya Suma Oriental (1512), Pires mencatat tentang sebuah kerajaan di pedalaman Minangkabau yang memiliki tiga orang raja, dan salah seorang dari mereka telah memeluk agama Islam setidaknya lima belas tahun sebelumnya.

Sarjana modern seperti Drakard, Kato, dan de Josselin de Jong mencatatkan triumvirat rajo tigo selo sebagai sebuah kesatuan di mana Raja Alam berfungsi sebagai primus inter pares, yang paling utama di antara yang utama. Navis mencatat bahwa Raja Alam, yang berkedudukan di Pagaruyung, memegang tampuk kekuasaan secara keseluruhan. Urusan adat diserahkan kepada Raja Adat di Buo, sedangkan urusan agama Islam diurus oleh Raja Ibadat di Sumpur Kudus.

Di Buo, berkuasa seorang Raja Adat yang bertugas memutuskan masalah-masalah tentang adat yang tidak dapat diselesaikan oleh Basa Ampek Balai. Dikatakan bahwa jika Raja Adat tidak dapat pula menyelesaikan urusan tersebut, maka akan diputuskan oleh Raja Alam. Pada tahun 1684, seorang penjelajah berkebangsaan Portugis, Thomas Dias, melaporkan pertemuannya dengan Raja Adat di Buo. Sang Raja dikatakan tinggal pada sebuah rumah adat yang berhalaman luas dan mempunyai pintu gerbang yang dikawal sebanyak 100 orang hulubalang. Ia dikawal oleh orang-orang yang berpakaian haji. Dalam lawatannya, Dias mendapatkan gelar Orang Kaya Saudagar Raja Dalam Istana.[12]

Raja ketiga adalah Raja Ibadat, yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Ia dikatakan bertanggungjawab atas persoalan agama Islam dan pendidikan yang diserahkan oleh Basa Ampek Balai. Sama seperti Raja Adat, persoalan yang tak dapat diselesaikan oleh Raja Ibadat diserahkan untuk diputuskan oleh Raja Alam di Pagaruyung.

Struktur kerajaan Pagaruyung berdasarkan atas konfederasi nagari. Para raja Pagaruyung kekuasaannya terbatas atas wilayah yang kini menjadi nagari Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar. Di luar itu, mereka hanya memiliki kekuasaan simbolis, sementara kekuasaan yang sebenarnya dijalankan oleh para datuak dan pangulu di nagari.

Raja Alam memiliki kekuasaan atas wilayah rantau Minangkabau, di mana ia berwenang untuk mengangkat wakil-wakilnya yang diberi kewenangan dan gelar urang gadang ("orang besar") atau rajo kaciak ("raja kecil"). Mereka setiap tahun mengantarkan ameh manah ("emas persembahan") kepada Raja Alam.[butuh rujukan] Secara umum, wilayah rantau Pagaruyung terdiri atas wilayah-wilayah di pesisir timur Sumatera, yaitu di sepanjang Batang Rokan, Batang Kampar Kiri (Rantau Tuan Bujang), Batang Singingi (Rantau Tuan Gadih), Batang Tapuang Kiri dan Kanan, Batang Kampar (Nan Kurang Aso Tigo Puluah), Batang Kuantan (Rantau nan Kurang Aso Duo Puluah); di sepanjang Batang Sangir dan hulu Batang Jujuan (Rantau Duo Baleh Koto atau Rantau nan Dipatuan Rajo Bungsu), di Batang Hari (Pulau Punjuang, Sambilan Koto Silago, Cati Nan Batigo dan Koto Basa), dan Negeri Sembilan. Di pesisir barat, terdapat wilayah rantau Pasaman, Tiku - Pariaman, Bayang Nan Tujuah, Singkil (Rantau Rajo), Barus, Padang, Banda Sapuluah, dan Ranah Indojati.

Pengaruh raja-raja Pagaruyung disifatkan sebagai sebuah pengaruh yang simbolis dan magis. Sejarah Melayu menceriterakan bahwa raja pertama di alam Minangkabau adalah salah satu dari tiga orang pangeran yang muncul di Bukit Siguntang. Garis diraja Pagaruyung dianggap sebagai salah satu yang tertua di antara kerajaan-kerajaan Melayu, setaraf dengan Kesultanan Melaka. Jane Drakard mencatat bahwa banyak keluarga diraja di Sumatera yang berhubungan darah dengan keluarga diraja Pagaruyung, seperti Jambi, Inderapura, dan Siak, hingga yang berkuasa di Semenanjung Melayu dan Pulau Kalimantan seperti Kedah, Brunei, dan lain-lain.

Beberapa sarjana mencatat bahwa raja-raja Pagaruyung dipercaya luas memiliki kekuasaan magis yang membuat mereka ditakuti oleh para penguasa lain. Pada manuskrip tahun 1825 berjudul Een Nota en statistique bijzonderheden over Padang, seorang Belanda bernama van Zuylen van Nijevelt mencatat bahwa seorang raja Pagaruyung mengatakan kepadanya bahwa ia memiliki kuasa untuk menghukum para raja di rantau yang mengingkari kekuasaannya dengan mengirimkan kutukan gagal panen atau wabah penyakit pada orang dan hewan ternak di wilayah tersebut.[16]

Sarjana lain memperkirakan bahwa kekuasaan raja Pagaruyung adalah sebagai figur pemersatu yang netral atas masyarakat Minangkabau yang terbagi-bagi atas lareh, suku, dan luak. Kajian yang sama menempatkan raja Pagaruyung sebagai perwakilan kaum lelaki pada sebuah masyarakat yang matrilineal. Sang raja ditempatkan sebagai "pemberi daulat kepada negeri dan melambangkan persatuan alam Minangkabau secara keseluruhan."

Beberapa daerah yang berada di bawah pengaruh Pagaruyung tercatat beberapa kali meminta para raja Pagaruyung untuk ikut campur untuk menyelesaikan konflik internal mereka. Di Rao, misalnya, raja Pagaruyung mengirimkan kerabatnya untuk memerintah sebagai Yang Dipertuan Padang Nunang.[butuh rujukan] Di Duo Koto Cubadak, raja Pagaruyung mengirimkan Tuanku Rajo Sontang; di Kabuntaran Talu Tuanku Bosa; di Pasaman Yang Dipertuan Parik Batu; di Kinali Yang Dipertuan Kinali. Di Tambusai Yang Dipertuan Tambusai; di Rokan Yang Dipertuan Rokan; juga di Kepenuhan. Di Kampar Kiri raja Pagaruyung mengirimkan Yang Dipertuan Gunung Sahilan; di Kuantan raja Pagaruyung mengirimkan Yang Dipertuan Basarah. Raja Kesultanan Kota Pinang juga berasal dari Putra Raja Pagaruyung yang kemudian menurunkan Raja-raja Bilah, Panai, Asahan dan Kualuh. Batu Bara juga didirikan oleh putra Raja Pagaruyung setelah menikahi putri Raja Simalungun yang kemudian diberikan tanah yang kelak menjadi negeri Batu Bara.

Di semenanjung Melayu raja Pagaruyung pernah mengirimkan kerabatnya untuk memerintah wilayah Rembau, Sungai Ujong, dan Naning. Yang paling terkenal barangkali adalah Raja Melewar, seorang kerabat diraja Pagaruyung yang dikirimkan untuk berkuasa di Negeri Sembilan pada tahun 1773.[18]

Pada Prasasti Suruaso, Adityawarman disebut menyelesaikan pembangunan sebuah kanal yang dibangun pada masa pemerintahan pamannya, yaitu Akarendrawarman. Bukti ini dipergunakan oleh beberapa sarjana, seperti Uli Kozok, untuk menyatakan bahwa pergantian kekuasaan raja-raja Pagaruyung pada mulanya bersifat matrilineal, yaitu dari mamak (paman) ke kamanakan (keponakan).[19] Namun, Adityawarman sendiri digantikan oleh putranya Ananggawarman. Franz von Benda-Beckmann, di sisi lain, mencatat bahwa pergantian raja diturunkan dari ayah ke putera lelaki tertuanya, sehingga bersifat patrilineal.[20]

Setelah diasingkannya Bagagarsyah, kekuasaan Pagaruyung atas wilayah Minangkabau secara resmi digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda yang berwujud Keresidenan Pantai Barat Sumatra (Sumatra's Westkust), dan seterusnya pemerintahan Republik Indonesia yang kini diwakili oleh Provinsi Sumatera Barat.

Beberapa orang mengklaim sebagai penerus sah kekuasaan Raja Alam Pagaruyung. Di Sumatera Barat, Sutan Muhammad Taufiq Thaib diterima resmi sebagai pewaris Raja Alam dengan gelar Tuanku Mudo Mangkuto Alam[21]. sampai ia wafat pada bulan Februari 2018.[22] Ia dinobatkan sebagai Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung pada tahun 2002, menggantikan mamaknya Sutan Ismael Tuanku Mudo.[23] Saudari Taufiq Thaib, Puti Reno Raudha Thaib, saat ini memegang gelar Bundo Kanduang.[24] Setelah Sutan Taufiq Thaib, Raja Alam dijabat oleh saudaranya yakni Sutan Muhammad Farid Thaib Tuanku Abdul Fatah yang naik tahta pada 29 September 2018.[25]

Pada 2009, Muchdan Bakri hadir dalam upacara penobatan Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan Muhriz ibni Munawir di Istana Besar Seri Menanti, Kuala Pilah.[26] Ia mengklaim bahwa Bagagarsyah diasingkan ke Batavia bersama anak pertamanya, Sultan Mangun Tuah. Berdasarkan silsilah tersebut, menurutnya, Sultan Mangun Tuah mempunyai enam orang anak dan ia merupakan merupakan cucu dari anak pertama Sultan Mangun Tuah yang bernama Raja Sabaruddin.[26] Ia mengklaim sebagai pewaris yang sah terhadap pemerintahan Raja Alam Minangkabau terakhir dan menyatakan sedang menjejaki cucu Sultan Jamin (anak Sultan Mangun Tuah) yang dipercayai berada di Batu Kikir, Kuala Pilah.[26]

Rheyna Morena - House Dangdut

Banyak yang meremehkan Los Blancos jelang final melawan Liverpool, namun pada akhirnya mereka tetap menegaskan status sebagai raja Eropa.

Di luar Stade de France, terjadi kekacauan, gas air mata, gerbang yang ditutup, dan antrean penonton yang mengular.

Tapi di dalam, ada ketertiban. Segala momen yang berjalan secara natural.

Real Madrid memang kalah dominan dari Liverpool di final Liga Champions, setidaknya secara statistik, namun mereka bisa mencetak gol dan pada akhirnya keluar sebagai pemenang.

Itulah yang mereka lakukan, terutama dalam kompetisi ini.

Seperti pada periode perpanjangan waktu melawan Chelsea dan Manchester City, begitu Madrid unggul, mereka sulit digoyahkan. Liverpool mengurung pertahanan mereka, tapi Thibaut Courtois tampil luar biasa hingga sulit ditembus.

Sang raja Eropa mengangkan rekor Piala Eropa ke-14 di Paris, meninggalkan pesaing terdekat mereka, AC Milan, yang punya tujuh trofi. Pelatih Carlo Ancelotti telah memenangkan kompetisi ini empat kali, lebih banyak dari manajer lainnya.

Real Madrid telah memenangkan lima trofi Liga Champions dalam sembilan musim, rekor yang tak tertandingi oleh tim mana pun - selain mereka sendiri, yang juga memenangkan lima edisi pertama turnamen tersebut, dari tahun 1956-1960.

Los Blancos mendominasi sepakbola Eropa sejak mereka pertama kali dibentuk dan bahkan sekarang, ketika mereka mengklaim bahwa ini adalah tahun mereka, tidak ada yang bisa menghentikan mereka.

Ada perjalanan ajaib untuk mencapai final, dimulai ketika penjaga gawang Paris Saint-Germain, Gianluigi Donnarumma blunder memberikan bola kepada Karim Benzema di kotak penaltinya sendiri pada awal Maret lalu.

Tim Prancis unggul 2-0 secara agregat dengan kurang dari setengah jam pertandingan tersisa, dengan Kylian Mbappe dan rekan-rekannya. setelah mendominasi 150 menit yang sudah mereka mainkan sejauh itu.

Tapi begitu Donnarumma memberikan ruang bagi Madrid untuk bangkit sekecil apa pun, mereka memanfaatkannya dengan optimal, dan kemudian bahkan berlanjut hingga ke London, Manchester dan kemudian Paris. Dan akhirnya, mereka kembali ke ibukota Spanyol dan Plaza de Cibeles, di mana mereka akan merayakan kemenangan mereka dengan puluhan ribu pendukung.

Mereka memiliki keajaiban melawan Chelsea, di mana saat tertinggal 3-0 di leg kedua, mereka membutuhkan assist yang luar biasa dari Luka Modric kepada Rodrygo untuk memaksakan perpanjangan waktu.

Lalu keajaiban lain datang saat jumpa Manchester City, dua gol hanya dalam waktu satu menit di menit akhir dari Rodrygo lagi-lagi membuat pertandingan harus berlanjut ke perpanjangan waktu.

Tapi di final, mereka tidak membutuhkan momen Rodrygo, atau keajaiban lainnya, kecuali jika Anda ingin menggambarkan performa Courtois seperti itu.

Courtois tampil luar biasa bagi Madrid setiap kali mereka membutuhkannya, seperti di Paris, terutama menghentikan aksi awal Mohamed Salah, serta menghasilkan penyelamatan magisterial untuk menangkal ancaman Sadio Mane.

Penyelamatannya terhadap aksi Mane, yang mengarahkan bola ke tiang tangan kanannya, adalah penyelamatan yang terbukti krusial dan menjadi titik paling penting dalam perjalanan Madrid ke tangga juara.

Madrid mengira mereka telah memimpin melalui Karim Benzema sebelum turun minum, tetapi gol itu dianulir karena off-side yang sangat bisa diperdebatkan karena bola sedikit mengenai Fabinho sebelum menuju padanya.

Namun, pada menit ke-59, mereka memimpin melalui aksi Vinicius Junior, yang mencetak gol setelah menerima umpan brilian dari Fede Valverde.

Setelah itu, Courtois dan Madrid mati-matian mempertahankan keunggulan. Peluang terbaik Liverpool jatuh ke tangan Salah, namun sang kiper menggunakan lengan bawahnya untuk memblok upaya pemain Mesir itu.

Tidak ada cerita balas dendam yang diwujudkan oleh Salah kali ini, Courtois-lah yang memastikan cerita itu tidak terjadi.

Sang kiper Belgia, yang telah menikmati musim yang luar biasa dan akhirnya melampaui level yang ia capai di Atletico Madrid dan tidak mampu menyamainya di Chelsea, adalah pilar kekuatan utama Madrid di bawah mistar.

Courtois membuat sembilan penyelamatan, sebuah rekor baru di final Liga Champions sejak Opta mulai mengumpulkan data, dan dengan 59 penyelamatan, ia juga mencatatkannya lebih banyak dalam satu kampanye daripada kiper lainnya.

"Kemarin dalam konferensi pers saya mengatakan bahwa ketika Madrid memainkan final, mereka menang. [Sekarang] saya berada di sisi sejarah yang baik," kata Courtois kepada BT Sport.

"Saya melihat banyak tweet datang kepada saya mengatakan bahwa saya akan jadi bulan-bulanan hari ini, tapi sebaliknya.

"Hari ini saya perlu memenangkan final untuk karier saya, untuk semua kerja keras, mendapatkan respek untuk nama saya karena saya merasa tidak terlalu dihargai, terutama di Inggris. Saya melihat banyak kritikan bahkan setelah menjalani musim yang hebat."

Jika Anda tidak bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka, pikir Courtois setelah kalah di final 2014 dengan Atletico melawan Real Madrid.

Saat itu, Los Blancos membutuhkan comeback menakjubkan lainnya; kali ini Courtois memastikan lawan tidak melakukannya.